Hamas dan Israel: Siapa Teroris Menuduh Teroris

Jika kita melihat peperangan Israel-Palestina pada bulan Juli hingga Agustus 2014 lalu maupun sebelum-sebelumnya, maka kita melihat suatu konflik yang sangat dahsyat antara kedua negara. Konflik tersebut sudah berlangsung cukup lama, mulai dari berdirinya negara Israel tahun 1948 hingga sekarang. Konflik tersebut seperti tidak berkesudahan. Dimulai dari perang Arab-Israel hingga perang Hamas-Israel yang akhir-akhir ini selalu terjadi.


Ilustrasi: http://crisisboom.com/2011/04/11/israel-and-hamas-consider-cease-fire/
Ada dua pandangan yang sangat kontradiktif yang selalu menghantui perdamaian. Pandangan tersebut bisa dibenarkan oleh masing-masing pihak. Akan tetapi saya selalu percaya bahwa kebenaran itu selalu ada satu. Kita tidak boleh melihat kebenaran dari apa yang kita lihat oleh mata karena kadang dibalik kebenaran tersebut masih ada rahasia tersembunyi. Begitu pula jika kita melihat atau memandang konflik yang berlangsung selama kurang lebih 66 tahun ini.

Sebelumnya kita melihat bahwa Israel selalu memandang bahwa perlawanannya terhadap Hamas merupakan suatu pembelaan diri. Pembelaan diri tersebut didasari oleh beberapa faktor antara lain adalah terancamnya keamanan mereka dengan adanya Hamas. Israel selalu beranggapan bahwa selama ada Hamas atau pasukan bersenjata dari pihak Palestina, maka perdamaian tidak akan tercapai karena Israel akan terus dihantui oleh teror. Tentunya teror adalah suatu keadaan dimana kehidupan suatu masyarakat atau seseorang terancam. Maka dalam hal ini Israel menganggap kehidupan mereka selalu terancam dan menjustifikasi bahwa Hamas adalah Teroris.

Di pihak lain Hamas sebagai suatu organisasi yang berkembang menjadi partai di Palestina adalah pihak yang menginginkan Palestina merdeka dan berdaulat penuh atas tanah mereka. Jika kita melihat sebelum 1948 atau mungkin sebelum itu (walaupun mendekati tahun 1948 sudah terjadi banyak polemik ketegangan antara Arab dan Israel maupun negara yang ikut campur dalam pembentukan negara Israel), Palestina dalam keadaan aman-aman saja. Situasi menjadi berubah ketika Israel melakukan eksodus ke wilayah Palestina yang mereka klaim sebagai tanah mereka. Hamas selalu melihat bahwa Israel adalah suatu penjajah dimana mereka merebut wilayah yang sebenaranya bukan milik mereka.

Jika banyak pihak yang mengatakan (seperti Amerika dan Inggris) Hamas adalah teroris, kita harus melihat sejenak pengertian teroris terlebih dahulu. Menurut Martha Crenshaw  dalam bukunya The Causes of Terrorism in International Terrorism: Characteristic, Causes, Control,  bahwa terrorism comprises a political effort to oppose the status quo by inducing fear in the civiliant population through the widespread and publicized use of violence, including murder, injury and destruction (terorisme terdiri dari upaya politik untuk menentang status quo dengan menginduksi rasa takut pada masyarakat sipil melalui penyebaran dan publikasi kekerasan, termasuk pembunuhan, cedera dan kerusakan). Sudah sangat jelas dikatakan bahwa masyarakat sipil yang merasa terancam (takut) merupakan korban dan yang memberikan rasa takut melalui kekerasan adalah pelaku terorismenya. Dalam hal ini Israel mengaku korban terorisme. Padahal jika kita melihat statistik pada perang yang berakhir Agustus lalu, korban perang Palestina mencapai sekitar 2200 jiwa dan 1523 diantaranya adalah warga sipil (519 diantaranya adalah anak-anak) sedangkan Israel hanya kehilangan 66 prajurit dan enam warga sipil. Hal itu menunjukkan bahwa kekerasan terhadap warga sipil lebih banyak dilakukan oleh Israel. Kemudian pada saat perangpun, Israel yang mengaku terancam, rakyatnya malah menikmati tontonan perang yang sedang berlangsung sedangkan di pihak lain banyak korban yang bergelimpangan di Palestina. Siapakah yang teroris sebenarnya? Dari data tersebut, Israel cukup banyak mendapat kecaman dari berbagai negara karena banyaknya warga sipil yang dibunuh. Namun Israel berdalih bahwa roket-roket balasan tersebut memburu Hamas yang bersembunyi dan menggunakan tameng manusia. Alih-alih mengarah Hamas, sebagian besar roket yang jumlahnya lebih banyak dilontarkan itu malah mengarah warga sipil. Tentunya hal ini menjadi lucu, bagaimana mungkin Israel yang memiliki teknologi canggih seperti iron dome maupun drone bisa salah sasaran dalam menyasar target?

Dalam Hukum Humaniter Internasional beberapa pihak yang tidak boleh diserang (non kombatan) adalah, warga sipil yang tidak bersenjata, orang sakit (tertembak), tawanan perang dan kendaraan-kendaraan berlogo PBB maupun Palang Merah Internasional (IRC). Faktanya, bagian mana dari tindakan Israel yang mematuhi aturan Hukum Humaniter tersebut? Kemudian sasaran yang harusnya adalah pangkalan militer menjadi sebuah pembalasan sporadis. Israel lebih banyak menyasar target-target non militer dan terus bersandar pada asumsi bahwa Hamas menggunakan tameng manusia.

Selanjutnya, Hamas yang diasumsikan sebagai pemulai perang (dengan lebih dulu menembakkan roket) sebenarnya adalah ulah Israel juga dalam memprovokasi tindakan tersebut. Jika Anda melihat tuduhan penculikan tiga pemuda Israel pada Palestina, hal tersebut terkesan aneh karena sungguh tuduhan tersebut hingga kini hanya bersandar pada fakta tiga pemuda tersebut terbunuh di Yerusalem dan anggapan bahwa orang Palestinalah yang membunuhnya padahal belum tentu dan hingga sekarang masih belum bisa dibuktikan kebenarannya (Wallahu'alam).

No comments

Powered by Blogger.