Rakyat Indonesia Harus Bersatu Kembali


Pemilihan umum (pemilu) presiden dan wakil presiden telah berlalu. Setidaknya, terdapat beberapa dampak pasca pemilihan umum presiden dan wakil presiden 9 Juli 2014 lalu. Salah satunya adalah masih berlanjutnya rivalitas kedua kubu antara Prabowo Subianto dengan Joko Widodo.

source: http://brisix52.blogspot.com/2014/07/siapapun-presiden-terpilih-tetap-nomor.html
Seharusnya dalam sebuah kompetisi, rivalitas akan berakhir ketika pertandingan berakhir. Namun lain halnya dengan pemilu presiden dan wakil presiden tahun 2014 ini. Sang presiden dan wakil presiden terpilih, Joko Widodo dan Jusuf Kalla berhasil mengalahkan pesaingnya, Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa dengan perolehan suara 70.997.833 melawan 62.576.444 (kpu.go.id, 2014). Dimulai dengan adanya gugatan yang dilayangkan kubu Prabowo Hatta ke Mahkamah Konstitusi (MK), hingga persaingan perebutan kekuasaan di kursi parlemen.

Perebutan kekuasaan di parlemen banyak diwarnai oleh persaingan antara Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang merupakan pendukung pemerintah dan Koalisi Merah Putih (KMP) yang merupakan pihak oposisi. Banyak pengamat politik yang mengatakan bahwa Koalisi Merah Putih akan menjadi penghambat pemerintahan Jokowi lima tahun kedepan. Hingga tersebar isu-isu semacam penggagalan pelantikan Jokowi Kalla pada 20 Oktober 2014 mendatang. Hal ini sangat berdampak buruk pada masyarakat. Masyarakat seolah-olah digiring kepada perpecahan oleh para pengamat politik yang dalam analisis Mahfud MD telah melayangkan isu ini. Mahfud MD dalam kolom Surat Kabar Sindo mengatakan bahwa isu ini merupakan sebuah isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sumbernya. Tindakan ini hanya sekedar menakut-nakuti sedang yang menakut-nakuti itu sebenarnya takut sendiri. Pasalnya isu yang sebenarnya tidak ada malah mengelabui mereka sendiri yang melayangkan isu ini ke masyarakat. Isu ini menimbulkan ketidakpastian dalam konstelasi politik nasional. Konstelasi politik nasional menjadi kian memanas. Dampak lain ialah semakin melemahnya nilai rupiah. Selain itu iklim investasi menjadi tidak stabil. Secara logika, jika keadaan politik tidak stabil maka para investor akan khawatir dan berpikir ulang untuk berinvestasi di Indonesia. Begitu dasyatnya pengaruh politik pada sektor ekonomi.

Beruntungnya Jokowi segera mengambil langkah untuk membentuk komunikasi politik. Jokowi mendatangi para ketua umum partai oposisi. Tokoh terpenting yang didatangi adalah Prabowo Subianto (mantan) rivalnya. Terjadi pertemuan singkat antara Jokowi dan Prabowo pada Jumat (17/9/2014), yang sebenarnya tidak menunjukkan ketegangan politik apapun. Mereka berdua begitu cair dengan saling melayangkan candaan di depan publik media. Yang terpenting sebenarnya adalah ucapan selamat dari Prabowo kepada Jokowi. Hal ini memberitahukan banyak hal pada kita semua. Pertama, bahwa kenyataan yang diberitakan media mengenai ketidaklegawaan Prabowo menghadapi kekalahan pilpres terbantahkan. Kedua, isu mengenai penggagalan pelantikan Jokowi tereliminasi kebenarannya, pasalnya Prabowo sendiri menyatakan keinginannya menghadiri pelantikan Jokowi dan Jusuf Kalla pada 20 Oktober mendatang. Ketiga, persaingan pasca pilpres di DPR sebenarnya merupakan fungsi check and balance antara pemerintah dan legislatif, Prabowo juga menyampaikan bahwa akan mendukung (sekaligus mengarahkan pendukungnya untuk mendukung) pemerintahan Jokowi dan tidak segan-segan mengkritik jika memang harus ada yang diperbaiki dalam pemerintahan Jokowi nanti.
            
Dari kejadian ini maka masyarakat seharusnya bisa mengambil pelajaran bahwa sebenarnya ketegangan politik sudah mereda. Sebaiknya masyarakat turut serta menjaga persatuan kembali. Bukan kembali membicarakan antara yang harusnya “satu” atau “dua” melainkan kepada yang “ketiga” dalam Pancasila yaitu Persatuan Indonesia. Keadaan ini harus dijaga bahkan hingga pemerintahan Jokowi berlangsung.

No comments

Powered by Blogger.