Tahun Kedua di Hubungan Internasional Unpad, Huff

Huff pada judul di atas menandakan sepertinya saya kelelahan. Bukan kelelahan karena menulis tulisan ini, tetapi kelelahan kuliah sepertinya. Iya, sepertinya... Sebelumnya saya ingin memberitahukan kepada para pembaca (meskipun tidak yakin ada yang ingin membaca) bahwa tulisan ini adalah sequel dari tulisan saya sebelumnya Pengalaman Tahun Pertama Kuliah di Jurusan Hubungan Internasional FISIP Universitas Padjadjaran.

Semester tiga perkuliahan dimulai dengan optimisme penuh atas segala pencapaian yang telah ditempuh semester-semester sebelumnya. Setelah kurikulum semester satu dan dua berbasis paket –hanya berjumlah masing-masing 18- kini saya mulai menantang untuk mengambil mata kuliah semester atas. Alhasil, pada Kartu Rencana Studi (KRS) saya berhasil mengambil 23 SKS.

Sebenarnya agak kecewa karena tidak dapat mencapai SKS maksimal, 24, tapi ya bagaimana lagi, toh konfigurasi pengambilan mata kuliah hanya memungkinkan saya untuk mengambil 23 SKS.

Setelah perkuliahan dimulai, saya kira jadwal perkuliahan akan lebih padat, mengingat jumlah mata kuliahnya lebih banyak dari semester sebelumnya. Akan tetapi kenyataan berkata lain, kuliah menjadi hari-hari yang membosankan karena di kelas saya –dan mahasiswa lain- banyak sekali menemui ketidakjelasan tentang mata kuliah tertentu.

Di semester 3, banyak kelas kosong seperti ini
Sebut saja mata kuliah Ekonomi Politik Global 1 yang diampu oleh Ice Cube *sensor*. Jika ditotal, jumlah tatap muka di kelas untuk perkuliahan tersebut barangkali tidak lebih dari lima kali dalam satu semester. Ya bolehlah curhat di sini, karena toh ketika curhat dengan institusi di mana saya kuliah, belum tentu ditanggapi. Saya pun tidak merasa belajar apa-apa dalam mata kuliah tersebut, kecuali seputar definisi nomenklatur mata kuliah yang kira-kira adalah the study between market vs and the wealth vs power <- ini pun belum tentu benar.

Masalah juga ditemui pada saat belajar Kejahatan Transnasional. Di saat-saat awal, dosen tidak pernah masuk sama sekali, bahkan tidak memberi kepastian akan datang atau tidak, tahu-tahu kelas bubar saja. Sampai-sampai saat itu saya berpikir, sebenarnya ada atau tidak sih mata kuliah ini di jadwal sang dosen. Padahal dosen tersebut adalah salah satu dosen yang saya hormati karena beliau sempat menjadi mentor Ahmad Fuadi. Saya banyak mendengar cerita-cerita gemilang tentang beliau, baik dari orang lain, dari Bang Ahmad Fuadi (lewat novelnya Ranah 3 Warna) atau dari beliau sendiri (yang terkadang suka membesar-besarkan ceritanya sendiri, menurut saya). Giliran masuk kelas, bukannya maksimal mengajar, eh beliau malah doyan membanyol dan mengeluarkan lawakan-lawakan lama yang mungkin sudah pernah beliau sampaikan sekian kali kepada kami semua. Salah satu banyolan yang ia keluarkan adalah tentang Teori Gajah Kawin. Dari namanya saja sudah membuat saya mual ketika hendak mendengarnya.

Selain kedua mata kuliah di atas, kerisauan lainnya di semester tiga saat itu adalah mata kuliah Bahasa Arab dan Filsafat Ilmu. Sedari kecil, saya ketika belajar bahasa Arab tidak pernah sekalipun berhasil mencerna dengan baik materi-materi pelajarannya. Padahal saya suka sekali mengkaji hal-hal berbau Timur Tengah yang notabene mayoritas berpengantar bahasa Arab. Adapun filsafat yang berjumlah 3 SKS (2,5 jam perkuliahan di kelas) telah membuat saya migrain setiap saya hendak keluar dari ruangan kelas saat kelas berakhir. Pasalnya, dalam mata kuliah tersebut ada uraian-uraian baru yang ketika masuk dalam pikiran saya, mereka saling berlawanan satu sama lain. Saya sih orangnya sederhana saja sebenarnya, tidak suka yang rumit-rumit seperti filsafat. Meskipun begitu, saya mengapresiasi orang-orang filsafat (Philo: gemar, Shopia: berpikir) yang banyak memberi kontribusi pada ilmu pengetahuan. Setidaknya dengan belajar filsafat ini saya bisa tahu bagaimana sebuah ilmu harus memiliki epistemologi (sumber dan cara memperolehnya), ontologi (hakikat) dan aksiologi (manfaat).

Setelah mengakhiri semester tiga yang membosankan dan penuh ketidakjelasan, masuklah saya ke semester empat, neraka perkuliahan yang sesungguhnya.

Di semester empat, tugas-tugas beranak pinak seperti kucing yang doyan kawin. Begitu pula dosen yang gemar mengawinkan tugas-tugas dengan para mahasiswanya. Satu selesai, muncul tugas yang lainnya, bahkan satu tugas belum selesai kadang sudah tambah lagi. Meskipun begitu, mengerjakan tugas adalah hal yang wajib karena selain menjadi latihan dan proses belajar bagi kita, masuknya tugas-tugas menjadi salah satu indikator penting dalam penilaian perkuliahan, cie mahasiswa teladan.

Sebenarnya tidak jauh beda dengan semester tiga, jumlah SKS 23 dan ada sebelas mata kuliah yang diambil. Bedanya, di semester empat dosen rajin-rajin sekali masuk kelas dan memberi tugas. Tadi ndak masuk diprotes, sekarang rajin masuk juga diprotes, hehe. Yang cukup menantang sebenarnya adalah banyaknya tugas kelompok yang butuh kerja sama tim. Ditambah lagi, tugas-tugasnya diberikan secara mingguan sehingga kadang akhir pekan pun banyak digunakan untuk mengerjakan tugas.

Salah satu kunci keberhasilan menghadapi tugas kelompok sebenarnya satu, mencari anggota kelompok yang solid dan berintegritas. Meski demikian saya sangat tidak sukses menerapkan kunci keberhasilan tersebut. Pasalnya kelompok yang biasa saya gabungi orang-orangnya sudah dipisah ke kelas B (saya sendiri kelas A). Alhasil, isi kelompok saya kini dipenuhi orang-orang aneh –termasuk saya sendiri yang jadi ikut-ikutan aneh- seperti berikut:

Dari kiri: saya, Mike, Kaffi, Rifki, dan April
1. M Nadiul Kaffi (Ketua Kelompok) kadang tegas, sangat bertanggung jawab, tapi ya gitu, ya gitu aja.
2. William Michael Simanjuntak (Anggota) orangnya baik, enak diajak ngobrol dan sangat brilian ketika kelompok dalam keadaan genting, tapi jarang-jarang sih begitunya wkwk.
3. Rifqi Adiwisastra (Anggota) kerjanya cepat sekali, tapi kebanyakan typo, kata teman sekelompok hobinya pura-pura mikir.
4. Aprilia Hermawati (Anggota khusus Densus 87 Anti-Lapar Anti-Stres) jujur saja, April ini adalah anggota yang paling berkontribusi, dia menyediakan makanan saat kita lapar, dia menghibur anggota kelompok lain ketika sedang stres (dengan cara bersedia untuk dibully, terutama Mike yang suka melakukan ini).
5. Agaton Kenshanahan (Anggota) sok pinter, suka menghakimi dan banyak pencitraan. Ndak ada bagus-bagusnya sama sekali.

Meskipun kelompok saya demikian, alhamdulillah kami semua mengakhiri semester dengan selamat tanpa cacat. Kecuali April yang mungkin perlu pemulihan mental karena banyak dibully oleh Mike.

Hirauan PBL Sherpa Track di matkul GlobGov
Yang lumayan menghibur dari semester empat adalah adanya Practice Base Learning (PBL) dari mata kuliah Kepemerintahan Global. Dalam mata kuliah itu, PBL bertemakan G-20 Sherpa’s Track yang mana didalamnya kita membuat simulasi sidang membahas enam isu utama Sherpa, antara lain: (1) Pembangunan; (2) Ketenagakerjaan; (3) Investasi dan Infrastruktur; (4) Perdagangan dan Investasi; (5) Energi Berkelanjutan; dan (6) Anti-Korupsi. Saya dan dua anggota tim saya mewakili Kerajaan Arab Saudi. Walaupun masih belepotan, setidaknya PBL semacam ini dapat membiasakan kita berbicara bahasa Inggris yang lebih aplikatif. Nah, di mata kuliah ini akhirnya kesampaian juga bayangan bahwa kuliah HI itu pakai jas sehari-harinya sambil berbicara bahasa Inggris, bukannya monoton mengerjakan esai dan paper saja seperti pada mata kuliah kebanyakan. <- Puji-puji mata kuliahnya, kalau dosennya baca, siapa tahu dosennya senang memberi nilai A kepada saya haha.

Foto setelah salah satu sidang Sherpa berakhir
Di semester empat ini saya sudah mulai banyak mengenal dosen, bahkan dekat dengan beberapa dari mereka. Seperti misalnya Pak Hasan yang suka bercanda di kelas dan sudah mendorong saya dan teman-teman ikut Program Kreativitas Mahasiswa (walaupun tidak lolos). Atau Pak Akim dan Bu Deasy yang mengajak membuat buku bersama, tapi tidak selesai-selesai karena saya dan teman-teman ndak komitmen dengan pekerjaannya. Ditambah lagi saya berhasil memegang kunci kamar kosan salah satu dosen saya. Coba saya tanya, berapa dari kalian yang membaca ini punya kunci kamar dosen kalian?

Tahun kedua kuliah di HI menjadi tahun-tahun suram sebenarnya (tidak tahu kalau tahun selanjutnya ada yang lebih suram lagi), saya mulai merasa bahwa bidang HI bukanlah bidang utama yang kelak saya tekuni. Teman-teman juga demikian, banyak yang sudah melenceng ke passion-nya masing-masing. Ada yang menggiati seni gambar, ikut organisasi kemasyarakatan, menjadi anggota SAR dan lain sebagainya yang mengalihkan perhatian mereka dari bidang HI. Saya sendiri ingin menggeluti dunia tulis menulis dan mendalami bidang jurnalistik dengan bergabung ke organisasi pers kampus.

Sudahlah, kawin aja yuk kawin. Eh nikah, maksudnya.

9 comments:

  1. Semangat tahun ketiga, Agaton! Btw kalimat terakhirnya serem juga ya hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Insya Allah. wkwk malu nih tulisan ini dibaca orang.

      Delete
  2. Semangat mas! Tar tulis lagi tahun ke 3 yaaa. Pengen masuk hi juga soalnya :v

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nanti tahun ketiga makin suram tulisannya Dek, lebih baik jangan dibaca, takutnya nanti berubah pikiran, hehe.

      Delete
  3. tapi menurut kk sendiri, jurusan HI ini cukup mantap atau recommended gak sih buat mereka yang bener2 ingin bekerja di kementrian luar negri ataupun mereka yang bekerja di perusahaan transnasional ? hehe
    atau lebih baik kita pilih jurusan lain seperti ekonomi ataupun manajemen yang mungkin lebih jelas kedepannya ? karena dari tulisan kk diatas katanya banyak yang "melenceng" ke passionnya masing2. mohon dijawab kak
    terimakasih sebelumnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Well saya beri bocoran, sebenarnya Kementerian Luar Negeri menerima rekrutmen diplomat dari jurusan kuliah apapun. Toh nantinya setelah lulus jadi PNS (diplomat) di Kemlu kita akan mendapatkan sekolah diplomat selama kira-kira 8 bulan. Jadi sebenarnya ndak masalah nantinya mau jadi diplomat tapi tidak kuliah di HI.

      Nah yang menjadi keunggulan anak HI sebenarnya adalah cara melihat sesuatu ketika nanti menjadi diplomat. Anak HI tentunya punya pengetahuan lebih tentang hubungan internasional ketimbang diplomat lulusan manajemen dll. Nah seperti itu kira-kira.

      Delete
  4. Ka, aku Setia loh baca dari tingkat 1 hahaha. Btw, tahun ini aku mau masuk univ dan pilihan aku hi. Tapi ada beberapa blog yg bilang bahwa jurusan hi ga terlalu Bagus prospek kerjanya? Kalau dari hi unpad yang kaka tau, alumninya banyak kerja dimana ya? Terus kalau di banding HI univ lain menurut kaka gimana? Mohon penerangannya ka :))

    ReplyDelete
  5. Nanya dong itu kelompoknya kira kira mau diulangi di FMHI lagi ga?

    ReplyDelete
  6. Itu kira kira kelompoknya dilanjutin di FMHI ga?

    ReplyDelete

Powered by Blogger.