Narasi
Nekat Mengirim Tulisan ke Opini Harian Kompas
Beberapa waktu lalu saya mengirimkan
tulisan ke kolom opini di Harian Kompas. Saya kira saya sudah gila karena kolom
tersebut adalah salah satu kolom angker dimana terdapat nama-nama kolumnis
terkenal dari penjuru Indonesia bertengger. Kebanyakan dari mereka sudah
bergelar Doktor, Profesor, Master maupun menjabat sebagai rektor, dosen,
peneliti hingga mantan menteri, presiden sampai duta besar aktif.
Kolom Opini di Harian Kompas |
Namun karena nekat dan penasaran, saya
mencoba mengirim satu naskah dengan tema andalan saya, Palestina. Memang
kebetulan sebelumnya terdapat tajuk rencana dari redaksi yang membahas masalah
konflik yang baru-baru ini pecah di Masjidil Aqso, Yerusalem. Saya kira tema
Palestina adalah calon terkuat untuk bahasan tulisan di opini yang saya akan
kirimkan
Mungkin Anda sudah membaca tulisan ini
di sini. Hanya saja dalam tulisan yang saya kirimkan ke Kompas saya tulis dengan judul “Maju Selangkah
Diplomasi Palestina”. Setelah saya membuat data diri singkat, saya cantumkan
tulisan dan data diri tersebut ke badan surel untuk kemudian dikirimkan.
Beberapa hari menunggu sembari tiap
hari saya membuka kolom opini Kompas. Siapa tahu berhasil walaupun
dipikir-pikir juga tidak mungkin, mengingat saya bukan apa-apa dan bukan
siapa-siapa. Dan benar saja, seminggu kemudian saya mendapat surel balasan dari
Desk Opini Kompas. Isi surel tersebut adalah pengembalian tulisan saya yang
berarti tulisan tersebut tidak akan dimuat.
Namun isi surat tersebut tidak terlalu
buruk. Walaupun tulisan kita tidak dimuat, Kompas tetap memberikan kepastian
mengenai tulisan kita. Bahkan hingga mengevaluasi mengapa tulisan kita tidak
bisa dimuat. Hal ini menandakan baiknya manajemen dari media tersebut. Salut untuk Kompas!
Berikut isi surel balasan tersebut:
Yth.
Sdr Agaton Kenshanahan
ditempat.
Disertai
salam dan hormat,
Kami
memberitahukan bahwa pada tanggal 16 September 2015 Redaksi Kompas telah
menerima ARTIKEL Anda berjudul "Maju Selangkah Diplomasi
Palestina". Terima kasih atas partisipasi dan kepercayaan yang Anda
berikan kepada Kompas.
Setelah
membaca dan mempelajari substansi yang diuraikan di dalamnya, akhirnya kami
menilai ARTIKEL tersebut tidak dapat dimuat di harian Kompas.
Pertimbangan kami,
√ kesulitan
mendapatkan tempat
Harapan
kami, Anda masih bersedia menulis lagi untuk melayani masyarakat melalui Kompas,
dengan topik atau tema tulisan yang aktual dan relevan dengan persoalan dalam
masyarakat, disajikan secara lebih menarik.
Untuk
kelengkapan administrasi, bila mengirimkan tulisan mohon disertakan pas foto
(Abaikan bila sudah pernah kirim). Terima kasih.
Jakarta,
22 September 2015
Hormat
kami,
Desk
Opini Kompas
C A T
A T A N :
Kriteria umum untuk ARTIKEL Kompas :
1. Asli, bukan plagiasi, bukan saduran, bukan terjemahan, bukan sekadar kompilasi, bukan rangkuman pendapat/buku orang lain .
2. Belum pernah dimuat di media atau penerbitan lain termasuk Blog, dan juga tidak dikirim bersamaan ke media atau penerbitan lain.
3. Topik yang diuraikan atau dibahas adalah sesuatu yang actual, relevan, dan menjadi persoalan dalam masyarakat.
4. Substansi yang dibahas menyangkut kepentingan umum, bukan kepentingan komuninas tertentu, karena Kompas adalah media umum dan bukan majalah vak atau jurnal dari disiplin tertentu.
5. Artikel mengandung hal baru yang belum pernah dikemukakan penulis lain, baik informasinya, pandangan, pencerahan, pendekatan, saran, maupun solusinya.
6. Uraiannya bisa membuka pemahaman atau pemaknaan baru maupun inspirasi atas suatu masalah atau fenomena.
7. Penyajian tidak berkepanjangan, dan menggunakan bahasa populer/luwes yang mudah ditangkap oleh pembaca yang awam sekalipun. Panjang tulisan 3,5 halaman kuarto spasi ganda atau 700 kata atau 5000 karakter (dengan spasi) ditulis dengan program Words.
8. Artikel tidak boleh ditulis berdua atau lebih.
9. Menyertakan data diri/daftar riwayat hidup singkat (termasuk nomor telepon / HP), nama Bank dan nomor rekening (abaikan bila sudah pernah kirim).
10. Alamat e-mail opini@kompas.co.id
Kriteria umum untuk ARTIKEL Kompas :
1. Asli, bukan plagiasi, bukan saduran, bukan terjemahan, bukan sekadar kompilasi, bukan rangkuman pendapat/buku orang lain .
2. Belum pernah dimuat di media atau penerbitan lain termasuk Blog, dan juga tidak dikirim bersamaan ke media atau penerbitan lain.
3. Topik yang diuraikan atau dibahas adalah sesuatu yang actual, relevan, dan menjadi persoalan dalam masyarakat.
4. Substansi yang dibahas menyangkut kepentingan umum, bukan kepentingan komuninas tertentu, karena Kompas adalah media umum dan bukan majalah vak atau jurnal dari disiplin tertentu.
5. Artikel mengandung hal baru yang belum pernah dikemukakan penulis lain, baik informasinya, pandangan, pencerahan, pendekatan, saran, maupun solusinya.
6. Uraiannya bisa membuka pemahaman atau pemaknaan baru maupun inspirasi atas suatu masalah atau fenomena.
7. Penyajian tidak berkepanjangan, dan menggunakan bahasa populer/luwes yang mudah ditangkap oleh pembaca yang awam sekalipun. Panjang tulisan 3,5 halaman kuarto spasi ganda atau 700 kata atau 5000 karakter (dengan spasi) ditulis dengan program Words.
8. Artikel tidak boleh ditulis berdua atau lebih.
9. Menyertakan data diri/daftar riwayat hidup singkat (termasuk nomor telepon / HP), nama Bank dan nomor rekening (abaikan bila sudah pernah kirim).
10. Alamat e-mail opini@kompas.co.id
Walau bagaimanapun surel balasan
tersebut cukup menggembirakan. Pasalnya alasan penolakannya hanya satu, yaitu
kesulitan mendapatkan tempat. Saya mendapati di internet, banyak penulis yang
mendapatkan penolakan karena berbagai alasan. Kadang alasannya berbeda-beda untuk
setiap tulisan yang mereka kirim.
Kalau masalah kesulitan
mendapatkan tempat, menurut suatu sumber di internet itu bisa dikarenakan
tulisan kita bagus setelah diseleksi. Namun karena kolom yang disediakan hanya
sedikit, maka pihak editor terpaksa harus memutuskan mana yang lebih utama untuk
dimuat. Biasanya yang lebih utama itu adalah tentang isu-isu penting dan
aktual, maupun karena penulisnya adalah orang-orang yang terkenal. Bayangkan
saja, setiap hari Desk Opini Kompas bisa menerima kira-kira hingga 80 tulisan
untuk diseleksi. Wajar saja jika penulis yang bisa menembus kolom angker
tersebut akan mendapatkan kepuasan tersendiri.
Saya juga waktu ngirim opini ke kompas alasannya gitu.
ReplyDeleteYg kedua alasannya beda lagi,
yg ketiga malah gak dibales sama sekali. Mungkin redakturnya sebel ngeliat saya lagi saya lagi yang muncul di inbox email kompas. Hahaha..
Walaupun udah 3 kali ditolak, saya tidak putus asa dan berharap suatu hari nanti opini saya bisa bertengker di kolom opini Kompas yang angker itu. :D
Hmm, pernah juga sekali email saya tidak direspon oleh Kompas. Memang sulit sekali bagi kita khususnya mahasiswa yang belum memiliki otoritas ilmu untuk mempublikasikan tulisan di media massa. Namun jangan putus asa, walaupun sampai saat ini tulisan saya juga belum pernah dimuat di sana, saya kira semakin kita sering mengirim redaktur akan tahu jerih payah kita. Semoga tulisan kita suatu saat sama-sama bertengger di sana.
DeleteNulis terus, jgn patah semangat, dan yg terutama harus kuat doa..pasti dimuat.
ReplyDeleteAku juga pernah buat sekali dan tidak di respon, yah mungkin emang karena karyaku yang ga bagus. Tapikan seharusnya di balas, katakan kalau karyamu belum layak gitu. Biar kita ga penasaran terus menerus tentang di terima atau ga.
DeleteAku juga pernah buat sekali dan tidak di respon, yah mungkin emang karena karyaku yang ga bagus. Tapikan seharusnya di balas, katakan kalau karyamu belum layak gitu. Biar kita ga penasaran terus menerus tentang di terima atau ga.
DeleteMau tanya bang? Kalau misalnya ngk dibalas terus sama kompasnya, sudah dua bulan, meningan kirim ke redaksi lain atau gmn bang? Tolong pencerahanya
ReplyDeleteSemangat
ReplyDeleteSemangat
ReplyDeleteTetap semangat, kadang nulis itu menjadi kebahagiaan tersendiri walau tak di publikasi
ReplyDeletekompas oh kompas sdah berakli2 diriku d tolak
ReplyDeletekesulitan mendapatkan tempat
ReplyDeleteitu maksudnya gimana ya?
kalau dari beberapa postingan yang saya baca, disebut bahwa tulisan tersebut sudah layak namun karena space kolomnya terbatas jadi tulisan yang lebih oke yg naik tapi kita tidak dapat tempat
DeleteSaya di balas seperti demikian
ReplyDeleteHai Kak terimakasih karena sudah membagi pengalamannya. kalau boleh saya mau tanya apakah kompas juga menerima tulisan tentang rekomendasi tentang makanan?
ReplyDelete