Serba-serbi
Pelajaran Berharga dari Detektif Kogoro Mouri
Perkenalkan, Kogoro Mouri,
detektif.
Mencari kebenaran di tengah
kubangan lumpur tak lantas membuatnya jadi hitam.
|
Ia duduk di kantornya seharian. Duduk di atas kursi tua detektifnya
yang ringkih. Tidak ada klien yang datang. Kalau bosan, sesekali ia menyulut
rokok. Lantas, ketika jam tayang drama Yoko Okino yang digemarinya tiba, ia
menyalakan televisi, mengambil kamera, dan mulai merekam untuk ditonton
kemudian. Itulah kebiasaan Kogoro Mouri, sang detektif.
Tidak ada yang spesial darinya. Meskipun telah memecahkan
banyak kasus, kebanyakan Kogoro tak ingat kejadiannya. Bukan karena lupa, tapi
ia sering kali tak sadar ketika sedang menjelaskan kasusnya. Sampai sekarang, ia
pun tak tahu apa penyebabnya.
Kogoro Mouri populer, tapi tetap menapaki kehidupan yang
biasa. Tinggal dengan anak gadis satu-satunya, Ran, dan seorang anak SD sok
tahu yang menumpang di rumahnya, Conan, Kogoro menghidupi rumah tangga dengan
menjadi detektif swasta.
Oleh pengarangnya, Kogoro kedapatan peran yang terlampau
inferior. Ia dikenal sebagai detektif terkenal, tapi sering kali membikin
analisis ngawur. Akhirnya, ia harus ditembak peluru bius, dibuat tertidur, dan
membiarkan orang lain, yaitu Conan, menyelesaikan kasusnya dengan menggunakan
suara Kogoro menggunakan alat pengubah suara. Secara tidak langsung,
seakan-akan pengarangnya membuat ia bodoh di hadapan para pembaca.
Kebiasaan Kogoro juga kebanyakan digambarkan yang
jelek-jelek. Ia doyan judi pacuan kuda (walau tak pernah menang), main mahjong sambil
mabuk semalam suntuk, ditambah lagi doyan merokok. Itu belum termasuk kalau dia
dianggap sebagai ‘om-om mesum’ yang sering menggoda wanita, bahkan oleh anaknya
sendiri. Itulah mengapa karena kebiasaan-kebiasaannya ini, istri Kogoro, Eri
Kisaki, enggan tinggal serumah. Pisah ranjang tapi tak cerai, ceritanya.
“Sebagaimana di lautan ada ikan, di setiap kasus ada dirinya,”
kata Kogoro dalam suatu monolog batinnya. Lagi-lagi untuk ke sekian kalinya,
ketika terjadi pembunuhan, Kogoro sering kali tak sengaja ada di sana. Sampai-sampai
Inspektur Megure, detektif dari kepolisian yang sering bertemu dengannya dalam
banyak kasus, menjulukinya sebagai ‘Dewa Kematian’. Megure curiga adanya Kogoro
di dunia ini membawa sial. Namun yang sial sebenarnya ya si Kogoro Mouri ini!
Jelek-jelek saja, kelihatannya.
Padahal Kogoro ini sebenarnya punya hati yang baik. Ia
beranggapan bahwa dunia ini benar-benar sedang sakit. Sehingga banyak orang
ingin membunuh, mencuri, dan selingkuh. Motifnya adalah balas dendam, uang, konflik
cinta buta, dan lain-lain. Oleh karenanya, ia menjadi detektif untuk
menyelesaikan semua permasalahan itu dengan mencari kebenaran di balik suatu
kasus. Ia memegang teguh prinsip-prinsip detektifnya. ‘Di mana ada kemauan, di
situ ada jalan’ salah satunya.
Yang tidak kalah penting dari seorang Kogoro ini adalah
bahwa ia merupakan sosok ayah dalam keluarga. Meskipun tidak bisa dianggap
sebagai teladan bagi anaknya pada banyak hal, ia merupakan ayah yang
bertanggung jawab. Ia bekerja keras untuk mengepulkan dapur rumah tangga. Ia
juga berusaha menjaga anak perempuannya dari laki-laki yang berpotensi menyakitinya
dan/atau mencampakkanya. Ia juga tak segan mengantarkan putrinya kemana pun
hendak pergi walau harus membunuh waktu luangnya. Meskipun tak serumah,
sebenarnya ia juga masih dan sangat mencintai istrinya, hanya saja Kogoro
sering kali tak menunjukkannya terang-terangan.
Kogoro mungkin bukan seperti kebanyakan orang. Ia rela
menekuni pekerjaan yang bisa dibilang ‘kurang bersih’, tak pasti, dan berisiko.
Ia harus berhadapan dengan pembunuh, pencuri, dan penguntit. Tapi di sisi lain
kadang ia juga harus menggunakan kekerasan, sedikit berbohong, dan melakukan
pengawasan diam-diam kalau diperlukan. Apa lagi, sih, yang bisa ditekuni oleh seorang mantan detektif polisi dan ahli
judo itu di dunia yang serba sulit ini.
Mungkin saja Kogoro bisa melakukan hal lainnya, tapi... “Dunia
tak semudah itu,” katanya. Untuk sebuah karakter fiksi, Kogoro ini terlampau
realistis dari omongannya saja. Mungkin ini ia dapatkan dari kehidupan keras detektif
yang dilaluinya. Dan untuk memulihkan hati yang menderita dengan pekerjaan
semacam itu, ia melakukan kebiasaan-kebiasan buruknya yang dibenci banyak orang,
begadang, mabuk, merokok dan lain-lain.
Kamu tidak boleh menyalahkan sepenuhnya Kogoro. Mungkin saja
salah pengarangnya yang membuatnya seperti itu. Padahal bisa saja, kan, dalam
pekerjaan yang tingkat stresnya tinggi, orang-orang melakukan manajemen stres
lain ketimbang hal-hal buruk tadi. Sholat tahajud, sholat dhuha, bersedekah, dan
berpuasa, misalnya.
Ah, mungkin Kogoro
memang buruk di dunia nyata. Seandainya ada orang seperti dia mungkin kita
tidak akan menyukainya, mencemooh dan mengutuknya. Tapi sebenarnya masih ada
banyak hal baik yang bisa dipelajari darinya, meski kadang manusia selalu
melupakannya karena setitik keburukan yang terlihat. Untunglah aku bukan salah
satunya. Dan semoga kamu juga begitu.
Yuk, kita doakan orang-orang seperti Kogoro! Nampaknya
mereka berpotensi jadi baik.
No comments