Narasi
E di Semester 5
Makin tinggi tingkat semester kuliah, makin tinggi pula tingkat ketidakjelasan yang ada. Kalau ditanya semester ini dapat ilmu apa, atau semester ini belajar apa saja, tentu saya akan menjawab NDAK TAHU.
Namun, tunggu dulu, tunggu dulu. Saya mau mengecek Kartu Rencana Studi (KRS) dulu untuk semester 5 ini. Saya masih berharap bisa mengorek-ngorek manfaat pembelajaraan yang didapat dari semester ini.
Dari semua mata kuliah di atas, saya baru ingat kalau ternyata satu semester ini saya mendapatkan banyak ilmu tentang JURNALISTIK. Memang tidak ada hubungannya dengan semua mata kuliah yang saya ambil. Namun faktanya, di sela-sela waktu kuliah saya memang lebih sering mengerjakan urusan Warta Kema (editing, mengecek berita, penugasan liputan) dibandingkan mencatat materi perkuliahan.
Nah bagi yang belum paham apa itu Warta Kema berikut ulasannya.
Warta Kema adalah lembaga Pers Mahasiswa Unpad yang tidak diakui rektorat independen dijalankan oleh mahasiswa (ya iyalah, namanya juga Pers Mahasiswa). Sejarahnya, WK ini berdiri tahun 2012 yang publikasi awalnya sebatas mencetak lembaran-lembaran flyer untuk disebarkan secara gratis. Seiring waktu, WK menerbitkan majalah, hingga kini sudah punya situs daring sendiri wartakema.com. Namun dari semua itu, problema utamanya adalah setiap tahun WK tidak memiliki prosedur kaderisasi yang pasti sehingga setiap berganti kepengurusan selalu keadaannya jatuh-bangun. Apalagi WK setiap tahun selalu menjadi benalu BEM (nah independen dari mana hayo kalau masih ngikut dengan BEM) sehingga nasib WK tergantung dari ada atau tidaknya BEM Unpad. Loh kok jadi cerita tentang WK ya?
Nah, gara-gara WK ini -ayo salahin terus WK- saya jadi menomorduakan urusan kuliah. Namun untungnya di semester 5 ini, kuliahnya cukup tidak jelas. Beberapa dosen jarang masuk kelas, bahkan ada yang masuk hanya 3 atau 4 kali lalu tiba-tiba di akhir memberi UAS. UAS-nya pun sedikit agak melenceng dari nomenklatur mata kuliah. Dari situ saya lebih suka mengurusi urusan WK daripada urusan kuliah.
Urusan WK terbilang cukup oke, meskipun dalam beberapa hal, awak "kapal" WK belum kompak dalam menghadapi badai lautan <- bahasanya terlalu hiperbolis. Beberapa reporter masih sulit diajak liputan (kesadaran liputan masih rendah); redaktur yang sibuk dan sering tidak membalas pesan; belum ada will yang kuat dan respon cepat dari para pengambil kebijakan; dan saya sendiri yang ndak bisa berbuat banyak merespon hal tersebut. Tapi ya sudahlah, jangan dipaksakan.
Sedangkan untuk urusan kuliah: kocar-kacir. HAHAHA <- ketawa lagi. Di akhir semester, saya dapat nilai E untuk mata kuliah Metode Penelitian Sosial (MPS) Kuantitatif. Saya sih nrimo saja nilai tersebut, wong memang sejatinya saya pantas mendapatkannya. Lantas apa yang membuat saya mendapat nilai E?
Awalnya pengganti UTS MPS Kuanti adalah membuat penelitian kuantitatif sampai Bab III (Bab I Pendahuluan, Bab II Tinjauan Pustaka, Bab III Metode Penelitian) di mana penelitian tersebut harus ada unsur Hubungan Internasionalnya-nya. Karena saya iseng ingin mengkritik program studi HI yang membiarkan dosen-dosen yang jarang masuk, saya akhirnya membuat penelitian berjudul "PENGARUH INTENSITAS MENGAJAR
DOSEN TERHADAP SEMANGAT BELAJAR MAHASISWA JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL FISIP
UNIVERSITAS PADJADJARAN ANGKATAN 2014".
Hasilnya, penelitian tersebut dianggap tidak berbau HI. Memang saya akui kalau penelitian tersebut bertemakan pendidikan, tapi kan objek penelitiannya ada di Jurusan HI? Akhirnya saya diminta untuk mengganti penelitiannya yang berarti saya harus MEMBUAT TUGAS PENELITIAN DARI AWAL LAGI. Huh. Ketika nilai keluar, saya diberitahu kalau UTS saya nilainya 40. Kemudian saya memutuskan untuk tidak revisi karena lelah dan hendak mengandalkan nilai UAS saja yang semoga lebih mudah.
Waktu perkuliahan semakin mendekati akhir. UAS pun dimulai. Di mata kuliah globalisasi UAS berbentuk lisan dan saya tetap disuruh UAS meski nilai sudah dijamin karena bisa nulis di koran. Kata Pak Dosen, UAS bagi saya hanyalah formalitas, tapi tetap saja melelahkan, karena saya disuruh mengulang keluar-masuk ruangan tes selama 3 kali hingga benar-benar saya bisa dinyatakan lulus <- ini sebenarnya formalitas atau bukan sih?
Masalah MPS Kuanti tadi ternyata menjadi bencana bagi saya. Saya yang berharap UAS lebih mudah malah "terkesima" ketika mendengar kabar kalau bentuk UAS MPS Kuanti adalah membuat lanjutan Bab IV dan V dari penelitian sebelumnya. OH TIDAAAK. Saya yang tidak revisi berarti harus membuat penelitian dari awal sampai akhir karena saat UTS, Bab I-III saya dinyatakan tidak laik.
Sedangkan di sisi lain, tugas UAS dari matkul lain pun menanti untuk dikerjakan. Saya tidak punya waktu untuk menggarap MPS Kuanti dari awal. Ketika saya punya satu hari kosong (H-1 sebelum MPS Kuanti dikumpulkan), saya malah disibukkan menjawab pertanyaan wawancara untuk tugas MPS Kualitatif anak Jurnalistik, FIKOM dan setelah itu memenuhi tanggung jawab sebagai presidium II pada Sidang Luar Biasa Mubes HI Unpad untuk memutus sengketa pemilu yang terjadi di tahun ini. Awalnya saya enggan-engganan memenuhi dua hal tadi, tapi ya sudahlah, kalau kata Ustadz Abu Takeru, "Dalam urusan dunia, dahulukanlah orang lain." Saya sih tidak akan berharap orang-orang yang saya tolong akan membantu saya di kemudian hari. Karena berharap kepada manusia tak ubahnya berharap pada harapan kosong. Saya cuma bisa berharap, ya semoga Allah yang membantu urusan saya langsung ketika saya sudah membantu urusan orang lain.
"Karena berharap kepada manusia tak ubahnya berharap pada harapan kosong"
Namun bantuan itu tak kunjung tiba hingga MPS Kuanti berakhir. Saya pun malah kabur dari UAS tidak mengumpulkan Bab IV-V dan presentasi hasil penelitiannya. Kalau dipaksa mengerjakan pun, bisa-bisa saya mengerjakan dengan tidak jujur. Lagipula, di hari yang sama dengan UAS MPS Kuanti, saya juga diminta untuk mengumpulkan tugas UAS Hubungan Internasional di Asia Pasifik, amanah yang sederhana tapi cukup menyita waktu dan kesabaran karena teman-teman ada yang mengumpulkan lebih dari tenggat waktu yang ditentukan. Namun karena saya baik hati dan tidak sombong kebetulan masih sabar, saya tetap menunggu teman-teman mengumpulkan tugasnya hingga injury time berakhir <- kayak sepak bola aja.
Meski merasa bersalah dengan negara yang telah membiayai saya kuliah, MPS Kuanti lantas saya tinggal dan saya sudah siap untuk mengulang mata kuliah tersebut di kesempatan yang lain. Saya juga sudah mempersiapkan kemungkinan kalau diceramahi sponsor kuliah. Saya sudah lelah semester ini, pokoknya besoknya saya hendak pulang kampung saja.
Tapi di malam hari setelah UAS MPS Kuanti berakhir saya mendapat kabar, "Ton, td s Kaffi jd ngomong sama Kang F**** (dosen MPS Kuanti) Ya kena ceramah Kaffi ny, trus kata ny dia ngga mau kita nyerah gtu aja, rencana ny selasa bkal d kasi tau hasil uas ini, dan d masa perbaikan nnt kita bkl d suruh ngerjain sesuai instruksi dia ny."
ALHAMDULILLAH. Inilah bantuan Allah yang sejak lama ditunggu-tunggu. Nilai pun keluar hari Minggu (24/12/2016) dan ketika dilihat saya tidak heran kalau mendapat E dengan rincian UTS 40 dan UAS 0. Setelah itu saya mengirim pesan teks melalui LINE kepada Sang Dosen yang baik hati "tidak membiarkan mahasiswanya menyerah begitu saja" dan mendapatkan instruksi untuk membuat tugas UAS yang kemarin saya tidak kerjakan untuk dikumpulkan hari Selasa (27/12/2016). Karena 3 Bab pertama saya acak-acakan, saya terpaksa harus membuat penelitian dari awal.
Saya tidur nyenyak malam itu, menunda jadwal pulang kampung esoknya dan alhamdulillah, cukup brainstroming sejenak saya mendapat ide penelitian yang baru yaitu "PANDANGAN
MAHASISWA KELAS A HI UNPAD 2014 TERHADAP PEMBINGKAIAN BERITA MEDIA MASSA SEBAGAI
ALAT PROPAGANDA JUST WAR PADA PERANG PROXY SURIAH 2011-2016". Saya awalnya ragu, apakah penelitian itu adalah penelitian HI atau Jurnalistik. Pasalnya di sana ada kata "Pembingkaian Berita Media Massa" (Framing) yang merupakan salah satu kajian jurnalistik. Saya merasa satu semester di WK rasanya membuat saya berubah menjadi anak jurusan jurnalistik, sehingga penelitian saya pun ikut-ikutan berbau jurnalistik. Namun begitu saya tetap yakin penelitian saya masih dalam ranah HI karena posisi framing hanya sebagai instrumen propaganda perang, bukan merupakan kajian utamanya.
Lalu, dalam waktu 2 hari saya pun belajar sulap. Ya, lebih tepatnya belajar bagaimana caranya menyulap nilai E menjadi nilai A, B, atau C. Kalaupun nantinya C ya disyukuri saja, yang penting tidak mengulang karena belum tentu kalau mengulang nilainya bisa menjadi lebih baik.
Hingga akhirnya presentasi dilaksanakan, saya hanya ditanyai berapa dan dari mana sampel penelitiannya serta apa kesimpulannya. Saya kemudian diminta untuk menambahkan nilai rentang pada pembahasan penelitian untuk lebih menguatkan kredibilitas jawaban responden. Selain itu penelitian diterima dengan baik dan tidak ada revisi yang aneh-aneh.
Akhirnya saya bisa pulang kampung dengan tenang -meskipun ya cuma sebentar karena ada program KKN di liburan semester ini yang pemberangkatannya dimulai pada tanggal 5 Januari 2016.
Pembaharuan:
Alhamdulillah, nilainya berubah jadi B. Yeay.
Ini Agaton Kensanahan?
ReplyDelete